Tukang Foto yg Galak ^_^
Ini bukan kali pertama saya menyatakan bahwa saya tidak terlalu suka motret orang atau model.
Seperti yang sering saya bilang ke banyak teman, saya paling suka motret kembang atau benda mati yang tak perlu banyak diatur, dimana satu hal yang musti saya peras dengan keras kepala jika mau puas dengan hasil jepretan, hanyalah diri saya sendiri.
Saya meyakini bahwa jadi model itu tak mudah. Sang model harus ikut berjuang untuk membantu terciptanya gambar yang indah dengan bersusah payah.
Apalagi jika peralatan si pemotret tak cukup komplit dalam menghadapi situasi di lokasi pemotretan. Makin sengsara saja deh itu model….
Sadar akan hal tersebut, dan modal motret saya “hanya” sebuah kamera saku imut, ditambah lagi dengan kenihilan niat untuk menyengsarakan anak orang padahal saya ingin foto yg saya hasilkan nggak jelek-jelek banget, maka makin engganlah saya motret model.
Pun, kalau ada teman yang sambil lalu berkata…..”Potretin gue yang bagus dong Les”.
Saya akan ogah-ogahan dan tanggapi dengan nyengir doang.
Kecuali kalau sang teman ‘cuma’ sekedar ingin dokumentasi tanpa nilai seni. Ya mari saya potretin, sini.
Intinya, saya mau motret orang, tapi jangan bebankan saya setitikpun ekspektasi.
Kondisi saya begini, resiko tanggung sendiri.
Tapi terhadap hampir semua hal, selalu ada pengecualian. Termasuk terhadap pernyataan ketidak sukaan saya memotret model.
Ada beberapa sahabat yang nekat.
Mengumpankan dirinya untuk jadi model saya. Tak cuma menerima duet kamera saku saya dan saya, namun juga bersedia menerima syarat-syarat lainnya bulat-bulat.
Mau saya ajak kerja sama.
Tentu saja syarat utama, model saya harus ‘kenal’ dengan saya. Tak malu flirting dengan kamera saya, mau ikut mengejar cahaya, dan mengeluarkan energi ekstra bersama saya. Misalnya…saya tengkurep, ia pun rela melompat berkali-kali. Saya manjat pohon atau naik ke tempat yg bisa meninggikan saya, dia pun rela melentingkan badannya, melebarkan senyumnya, memutar kepalanya sedikit lebih kebelakang sambil menekan otot abdominalnya sembari menahan nafasnya.
Contohnya hari ini.
Kezia bersedia melakukan itu semua.
“Kez…berani kotor gak?…Tolong tiduran di atas batu yang berlumut itu ya…”
“Senderan ke pohon dong Kez…..gak usah takut rambutlu kotor-lah Kez…nanti tokh elu bisa keramas kan?”
“Kezzzziaaaaa…..senyuuummm….SENYOOOOOMMM”
“Kaki kiri maju kedepan, kaki kanan tumitnya diangkat, agak jinjit, badan lurus kedepan, lalu sedikit membusung badanlu sambil nahan nafas perut ditarik, hentakkan tolehanlu ke arah gue…”
“Letakkan lidah di langit langit mulut…biar ga ada dagu Kezz..”
“Kezzz..jangan ngeriyippp”
“Bisa nggak itu rumput di deketin ke muka….”
atau…
saat kami makan siang (rehat setelah kami hampir beku kedinginan karena sesi foto2 di taman yang kelamaan) saya berkata pada Kezia…
“Makan dan santai-santailah Kez…..makan yg banyak ya Kez….percayalah di lokasi foto berikutnya, elu akan banyak menghabiskan tenaga. Kita harus tiba di lokasi tepat waktu sebelum matahari tenggelam, dan kita harus berlari-lari lumayan jauh untuk itu”
Kezia tak gentar…malah makin antusias. Maka sayapun tak cemas.
“Kez….lu gak mau ke toilet?” tanya saya
“Nggak…belum ada panggilan sih…” jawab Kezia
“Gini Kez….sebaiknya terpanggil ataupun tidak terpanggil…baiknya elu ke toilet sekarang juga deh! Sebab, dalam waktu setidaknya dua jam ke depan, kita akan sulit dapat kesempatan ke toilet” tegas saya.
“Oke deh…” Kezia pun segera ngeloyor ke kamar kecil.
Dicereweti tukang foto yang galak…bawel..dan keras kepala.
Itulah resiko yang diterima dan disanggupi Kezia dengan lapang dada, saat ia ‘melamar’ saya untuk jadi guide dan tukang fotonya di Hamburg.
Saya nggak kebayang kalau Kezia malu-malu berekspresi dan jaga jarak dengan kamera saku saya. Atau kalau Kezia males dan ogah-ogahan bergerak. Atau kalau Kezia rewel dan gak mau diatur gayanya dan nggak mau pengertian terhadap darimana datangnya cahaya…belum lagi kalau Kezia ogah kotor dan manja..
Bah…
Horrible…horrible…horrible banget kalau itu terjadi..
Belum sampai setengah hari saya pasti sudah menyimpan kamera saya di saku. Males.
Daripada mengejar hasil foto sesuai keinginan saya, lebih baik saya menjaga agar hubungan pertemanan saya dengannya baik-baik saja.
Mending saya motret taneman, dan hidup saya akan lebih tenang.
Namun syukurlah itu cuma bayangan. Cuma pengandaian.
Saya tak harus menyembunyikan kamera saya demi menjaga persahabatan kami.
Bahkan, tanpa permintaannya untuk dipotretpun saya akan memintanya untuk menemani saya belajar memotret. Sebab, kamera saya sudah jatuh cinta padanya sejak jepretan pertama ketika memotretnya di Berlin musim gugur tahun lalu.
Sumber foto:
Foto 1, 2, 3, 4: Hasil hunting hari ini ^_^
Foto 5: http://wayanlessy.multiply.com/photos/album/227/Secuil_Berlin_bersama_Kezia
Foto 6: http://wayanlessy.multiply.com/photos/album/222/Round_up_Frankfurt-Berlin-Hamburg
Foto terakhir: potona si tukang poto..dipotoin modelnyah..^_^
For Kezia: Danke yah Kez udah jadi model yang menyenangkan dan sekali lagi “memasrahkan’ diri kepada tukang foto galak nan bawel satu ini. Gue jadi bisa sekali lagi belajar motret model sekaligus bersenang-senang dengan seorang kawan tanpa harus mengabaikan kamera gue.
Semoga ada sesi-sesi pemotretan berikutnya ya Kez….mudah-mudahan saat yg berikutnya itu gue sudah jadi tukang poto yg lebih baik lagi (amin) ^_^